Yanthie Maryanti

Blog

Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan
Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan

Pasal 833 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:

Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal

Berdasarkan isi pasal 833 KUHperdata diatas, konsekuensi hukum dari meninggalnya si pemegang saham adalah beralihnya saham tersebut kepada istri dan anaknya, namun hal itu tidak serta merta, karena harus ada prosedur yang harus dilalui agar ahli waris menjadi pemegang saham sebagaimana diatur Pasal 57 ayat (2), Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT).

Bagaimana prosedur peralihan saham karena pewarisan?

Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak dan disampaikan secara tertulis kepada perseroan (Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) huruf c UU PT)

Akta tersebut dapat berupa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun akta bawah tangan Pasal 56 ayat (1) UU PT

Ahli Waris Perlu Menyampaikan Keterangan Kematian

Ahli waris perlu menyampaikan keterangan kematian, keterangan waris, dan bukti lain yang membuktikan siapa saja para ahli waris

Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan

Apabila ahli waris lebih dari satu maka harus membuat surat kuasa kepada salah satu ahli waris untuk menjadi wakil pemegang saham tersebut

Diantara ahli waris dapat dibuat kesepakatan untuk membagi saham tesebut, sehingga masing-masing saham terdaftar atas nama setiap ahli waris

Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus (Pasal 56 ayat (3) UU PT)

Direksi akan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar perseroan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak (Pasal 56 ayat (3) UU PT Pasal 56 ayat (3) UU PT)

Jakarta, 23 Januari 2024.

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang
Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang

Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan MA No. 3642 K/Pdt/2001 tanggal 11 September 2002 menyatakan bahwa:

Hakim Berwenang Untuk Mewakili Dan Menyatakan Bahwa Kedudukan Para Pihak Tidak Seimbang

“Dalam kebebasan berkontrak, hakim berwenang untuk mewakili dan menyatakan bahwa kedudukan para pihak berada dalam yang tidak seimbang, sehingga sengketa pihak dianggap tidak bebas menyatakan kehendaknya”

Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang

“Dalam perjanjian yang bersifat terbuka, nilai-nilai hokum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan kepatutan, keadilan, perikemanusiaan dapat dipakai sebagai upaya perubahan terhadap ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam perjanjian.”

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Perjanjian yang dibuat dalam keadaan tidak seimbang dapat digugat. Dan hakim berwenang untuk menilai dan menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam berkontrak berada dalam posisi yang tidak seimbang.

Jakarta, 20 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Pemanggilan RUPS Hanya Melalui Surat Kabar Tetap Sah Secara Hukum

Pengambilan suatu keputusan dalam perusahaan dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:

  1. Pernyataam Keputusan Rapat
  2. Sirkuler
  3. Rapat

Pemanggilan Rapat Secara Tercatat

Pemanggilan RUPS Hanya Melalui Surat Kabar Tetap Sah Secara Hukum

Pengambilan keputusan melalui RUPS Sirkuler (Pasal 91 UU PT) tidak mewajibkan adanya pemanggilan rapat secara tercatat. Pelaksanaan pengambil keputusan dengan metode rapat wajib dengan pemanggilan terlebih dahulu dengan surat tercatat dan/atau iklan surat kabar (Dapat dilihat pasal 82 ayat 2 UU PT).

Apabila diterjemahkan makna pada pasal 82 ayat 2 UU PT “dan/atau” maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanggilan dapat dilakukan dengan tiga pilihan yaitu :

  1. Pemanggilan dengan surat tercatat ke alamat pemegang saham
  2. Pemanggilan dengan iklan surat kabar
  3. Pemanggilan dengan surat tercatat dan iklan surat kabar

Pada umumnya, pengaturan teknis secara terperinci atas pelaksanaan RUPS diatur dalam AD/ART perusahaan sehingga dapat mengacu pada AD/ART perusahaan.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2000 K/Pdt/2013 Jo Putusan Nomor 156/Pdt/2012/PT. Dps Jo Putusan Nomor 75/Pdt.G/2011/PN. Ap antara Bias Putih Korea Co,Ltd dengan Kuk Bong Yi dkk yang menyatakan:

“Pengadilan menolak seluruh gugatan BBP dan menyatakan pemanggilan dan/atau keputusan RUPS yang telah diambil tanpa kehadiran BBP Korea karena telah sesuai dengan pasal 82 ayat 2 UU PT yang memberikan opsi/pilihan kepada Direksi dengan hanya menggunakan surat kabar saja”

Jakarta, 19 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Pemanggilan RUPS Hanya Melalui Surat Kabar Tetap Sah Secara Hukum

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Saat Debitur Meninggal Dunia
Saat Debitur Meninggal Dunia

Pada Pasal 833 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) menyatakan bahwa para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.

J. Satrio, S.H. dalam bukunya “Hukum Waris” (hal. 8), bahwa warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.

Walaupun memang, tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya (Ps. 1045 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris ( Ps. 1058 KUHPerdata).

Ahli Waris Harus Ikut Memikul Pembayaran Utang

Saat Debitur Meninggal Dunia, Apakah Ahli Waris Dapat Melunasinya?

Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (Ps. 1100 KUHPerdata).

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3574 K/Pdt/2000.

Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang si pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya

Pada umumnya, pihak bank mewajibkan setiap debiturnya untuk mengikuti asuransi yang juga disertakan setiap kali permohonan kredit baru telah disetujui. Asuransi pun memiliki peranan yang sangat penting bagi keduanya, seperti halnya ketika terjadi sesuatu hal yang tak terduga yang menyebabkan pinjaman tersebut sulit dibayarkan terlebih jika debitur tersebut meninggal dunia.

Jadi, ahli waris tidak wajib melunasi hutang debitur yang telah meninggal dunia. Apabila dalam perjanjian kredit/hutang-piutang sebelumnya didaftarkan asuransi, maka hutang secara otomatis lunas karena telah dicover asuransi.

Saat Debitur Meninggal Dunia, Apakah Ahli Waris Dapat Melunasinya?

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Kreditur Yang Tidak Termasuk Dalam Putusan PKPU
Kreditur Yang Tidak Termasuk Dalam Putusan PKPU Tidak Dapat Mengajukan Pembatalan Homologasi

Kreditor yang pada saat PKPU berlangsung tidak pernah mengajukan tagihan kepada Pengurus, maka kalaupun setelah perdamaian tercapai, tagihan kreditor tersebut harus dikesampingkan sehingga tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perdamaian/Pemohon tidak berhak untuk meminta pembatalan perdamaian.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkmah Agung RI No. 49 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 yang menyatakan:

“Pemohon tidak termasuk yang tercantum dalam putusan pengesahan perdamaian. Pada saat PKPU berlangsung tidak pernah mengajukan tagihan kepada pengurus. Kalaupun setelah perdamaian tercapai, tagihan tersebut harus dikesampingkan”

Yang Dapat Dilakukan Kreditur

Kreditur Yang Tidak  Termasuk Dalam Putusan PKPU Tidak Dapat Mengajukan Pembatalan Homologasi

Apa yang dapat dilakukan kreditur tersebut?

Yang tidak termasuk kedalam putusan PKPU maka berlaku hal-hal berikut:

  1. Putusan Homologasi berlaku bagi semua kreditur. (Pasal 286 UU K-PKPU)

“Perdamaian yang telah disahkan mengikat semua Kreditor, kecuali Kreditor yang tidak menyetujui rencana perdamaian sebagaimana dalam Pasal 281 ayat (2).

  1. Kreditur tersebut dapat mengajukan permohonan pembukaan kembali Kepailitan-PKPU sebagaimana diatur pada pasal 173 & 176 UUK-PKPU.

Jakarta, 13 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Kreditur Yang Tidak Termasuk Dalam Putusan PKPU Tidak Dapat Mengajukan Pembatalan Homologasi

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Anak Berstatus WNA Tetap Berhak Menjadi Ahli Waris Dari Pewaris Yang Berstatus WNI
Anak Berstatus WNA Tetap Berhak Menjadi Ahli Waris Dari Pewaris

Secara prinsip, anak tetap berhak mendapat warisan dari orang tuanya karena ada hubungan darah sebagaimana isi Pasal 832 KUHPerdata.

Bagaimana jika warisan berupa tanah?

Memang pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) melarang orang asing memiliki tanah di Indonesia. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.1025 K/Sip/1980, yang menyatakan:

“Orang asing menurut UUPA tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah”.

Anak Yang Menjadi WNA Tidak Menyebabkan Hak Warisnya Menjadi Gugur

Larangan memiliki tanah oleh WNA tidak secara otomatis membuat hak mewaris menjadi gugur. Karena meski si anak sudah menjadi WNA bukan berarti hubungan darah nya menjadi hilang. Atau dengan kata lain anak yang menjadi WNA tidak menyebabkan hak warisnya menjadi gugur.

Solusi atas status ahli waris sebagai WNA adalah dengan memberi ganti rugi kepada ahli waris yang WNA tersebut dalam bentuk uang tunai atau uang dari hasil penjualan tanah tersebut sesuai dengan porsi hak waris si anak yang menjadi WNA tersebut.

Jadi berdasarkan uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa anak yang berstatus WNA tetap berhak mewaris.

Jakarta, 10 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Anak Berstatus WNA Tetap Berhak Menjadi Ahli Waris Dari Pewaris

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Ghibah Di Grup Chatt Berpotensi Dijerat UU ITE?
Ghibah Di Grup Chat Berpotensi Terjerat UU ITE?

Ghibah Di Grup Chat Berpotensi Terjerat UU ITE?

Menceritakan perbuatan seseorang kepada orang lain atau kepada grup yang bersifat terbatas melalui media chat bukan merupakan pelanggaran Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Karena muatan tersebut hanya disampaikan dalam percakapan/chat terbatas, dan bukan untuk diketahui umum.

Yang Menyebabkan Ghibah Di Grup Chat Terjerat UU ITE

Lantas apa sih yang menyebabkan ghibah di grup chat bisa terjerat UU ITE?

Yang menyebabkannya adalah, jika rekaman layar chat tersebut tersebar secara publik di internet. Sehingga identitas orang yang diceritakan beserta muatan penghinaan tersebut dapat terakses dan diketahui oleh semua orang. Maka orang yang menyebarkan rekaman layar tersebut berpotensi terjerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. 45 ayat (3) UU 19/2016. Di dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dijelaskan bahwa :

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Pencemaran nama baik juga tersebar di sejumlah pasal, seperti :

 ketentuan tindak pidana pencemaran nama baik tersebar di beberapa pasal, yakni:

  1. Pencemaran secara lisan (Pasal 310 ayat (1) KUHP atau Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023);
  2. Pencemaran secara tertulis (Pasal 310 ayat (2) KUHP atau Pasal 433 ayat (2) UU 1/2023);
  3. Fitnah (Pasal 311 KUHP atau Pasal 434 ayat UU 1/2023);
  4. Penghinaan ringan (315 KUHP atau Pasal 436 UU 1/2023);
  5. Pengaduan palsu/fitnah (317 KUHP atau Pasal 437 UU 1/2023);
  6. Persangkaan palsu (318 KUHP atau Pasal 438 UU 1/2023);
  7. Penghinaan kepada orang yang sudah mati (Pasal 320-321 KUHP atau Pasal 439 UU 1/2023).

Dapat Dituntut Atas Pengaduan Korban Atau Orang Yang Terkena Tindak Pidana

Ghibah Di Grup Chat Berpotensi Dijerat UU ITE?

Orang yang melanggar ketentuan tersebut berpotensi dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016.

Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU ITE dapat dipenjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta. Sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) RUU ITE. Namun, tindak pidana dalam Pasal 27A UU ITE merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum. Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU ITE tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.

Wajib waspada Dalam Bercakap-cakap Di Media Masa Terkait Dengan Perilaku Ghibah

Namun, ada sejumlah poin penting yang wajib diwaspadai dalam bercakap-cakap di media masa terkait dengan perilaku ghibah. Tujuannya agar kita tidak terjerat UU ITE yang berdasarkan Lampiran SKB UU ITE (hal. 9-14) mengatur sebagai berikut:

  1. Bukan sebuah delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Untuk perbuatan tersebut dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP atau Pasal 436 UU 1/2023.
  2. Jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan, maka bukan merupakan delik pidana berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
  3. Delik pidana berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut, sehingga harus korban sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian. Korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.
  4. Fokus pemidanaan terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum, yakni kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.

Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten tersebar melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas. Seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan.

Tambahan

Informasi dari pengacara Hotman Paris Hutapea

Pencemaran nama baik sekarang ini, kalau hanya dengan WA, sudah tidak bisa. Harus yang bisa terbuka oleh semua orang, seperti Instagram, Youtube, atau di Facebook.

Sindiran kalau berbicara di grup terbatas, tidak bisa. Harus yang bisa terbuka semua orang. Itu sesuai syarat keputusan Kapolri, Kominfo, dan Jaksa Agung.

Kalau hanya pembicaraan melalui WA misalnya bilang : “Hei, kau pelakor!”, itu tidak bisa kena Undang – Undang ITE.

Jika bergunjing secara beramai – ramai, itu kena bukan UU ITE, tapi Pasal 310 tentang Penghinaan Pencemaran Nama Baik. Itu hukumannya ringan.

Kalau tidak menyebutkan nama, harus ada saksi ahli yang menyatakan, “tertuju kepada siapa?”.

Ghibah Di Grup Chat Berpotensi Terjerat UU ITE?

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

PEMBATALAN PPJB RUMAH/APARTEMEN OLEH PENJUAL/PEMBELI YANG MASIH DALAM PROSES PEMBANGUNAN
Pembatalan PPJB Rumah/Apartemen Oleh Penjual/Pembeli Yang Masih Dalam Proses Pembangunan

Pembatalan PPJB Rumah/Apartemen Oleh Penjual/Pembeli Yang Masih Dalam Proses Pembangunan

Peraturan perundang-undangan di Indonesia memperbolehkan developer untuk melakukan pemasaran atas pembangunan rumah atau apartemen yang masih dalam proses pembangunan.

Mengikatkan Diri Dalam Perjanjian Pengikatan Jual -Beli (PPJB)

Lebih dari sekedar pemasaran, developer dan pembeli pun diperkenankan untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian Pengikatan Jual -Beli (PPJB) yang wajib dibuat dihadapan notaris.

Namun, untuk dapat mengikatkan diri dalam PPJB, developer wajib untuk:

  1. memperlihatkan sertifikat kepemilikan tanah yang akan dibangun kepada kepada calon pembeli.
  2. memperlihatkan legalisir Persetujuan Bangunan Gedung kepada calon pembeli
  3. memastikan Ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang dibuktikan dengan adanya surat pernyataan dari developer mengenai ketersediaan tanah siap bangun di luar tanah bersama untuk diserahkan ke Pemda setempat.
  4. Keterbangunan paling sedikit 20% atas total unit yang akan dibangun atas pembangunan rumah tapak, atau 20% atas konstruksi apartemen yang dipasarkan. Keterbangunan ini dibuktikan dengan laporan konsultan pengawas pembangunan atau konsultan manajemen konstruksi.
PEMBATALAN PPJB RUMAH/APARTEMEN OLEH PENJUAL/PEMBELI YANG MASIH DALAM PROSES PEMBANGUNAN

lain yang harus dijadikan catatan bagi developer adalah, developer dilarang menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) kepada pembeli sebelum memenuhi persyaratan PPJB.

Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman

Persyaratan PPJB yang dimaksud adalah persyaratan yang sifatnya kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan, maupun persyaratan yang timbul dari kesepakatan antara developer/pembeli yang sekurang-kurangnya memuat unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 22J PP No.12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PP No.12/2021)

Lalu, bagaimana apabila syarat-syarat PPJB tidak terpenuhi akibat kelalaian baik dari developer atau dari pembeli?

PP No.12/2021 mengatur konsekuensi pembatalan PPJB sebagai berikut:

  1. Apabila pembatalan PPJB disebabkan oleh karena kelalaian developer, maka developer wajib mengembalikan uang yang telah dibayar oleh pembeli.
  2. Apabila pembatalan PPJB disebabkan oleh kelalaian pembeli, maka berlaku dua ketentuan sebagai berikut:
  • Apabila pembeli telah melakukan pembayaran paling banyak sebesar 10% dari harga transaksi, maka developer tidak perlu mengembalikan pembayaran yang sudah dilakukan oleh pembeli.
  • Apabila pembeli telah melakukan pembayaran lebih dari 10% dari harga transaksi, maka developer hanya memiliki hak untuk memotong 10% dari harga transaksi. Sisanya dikembalikan kepada pembeli.

JAKARTA, 9 JANUARI 2024

M.O.SAUT HAMONANGAN TURNIP

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Pembatalan PPJB Rumah/Apartemen Oleh Penjual/Pembeli Yang Masih Dalam Proses Pembangunan

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA PENYIDIK KEPOLISIAN MELAKUKAN PENANGKAPAN
Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Ketika Penyidik Kepolisian Melakukan Penangkapan

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA PENYIDIK KEPOLISIAN MELAKUKAN PENANGKAPAN

  1. Minta surat tugas dari polisi yang akan menangkap Anda. Jangan mau ditangkap atau diperiksa sebelum polisi bersangkutan menunjukkan surat tugasnya.
  2. Minta surat perintah penangkapan. Tidak hanya surat tugas, tapi juga polisi diberikan surat perintah penangkapan jika hendak menangkap orang, maka Anda harus minta polisi untuk menunjukkan surat perintah penangkapan tersebut.
  3. Baca surat penangkapan tersebut, intinya harus ada, identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat kejahatan yang disangkakan dan tempat diperiksa.
  4. Jangan takut untuk menolak penangkapan jika polisi tidak bisa menunjukkan surat-surat di atas.
  5. Jangan percaya dengan polisi yang tidak bisa menunjukkan surat-surat di atas. Dan jangan mau ikuti instruksi apa pun darinya. Biasanya Anda akan dibujuk untuk ikut ke kantor polisi dengan mengatakan akan membawa Anda ke kantor polisi sebentar saja guna dimintai keterangan.
  6. Padahal begitu sampai di kantor polisi, Anda langsung ditangkap bahkan ditahan dan tidak diizinkan pulang kembali.

Perlu diingat prinsipnya segala tindakan polisi harus didasarkan pada perintah tertulis agar bisa diperlihatkan pada masyarakat.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA PENYIDIK KEPOLISIAN MELAKUKAN PENANGKAPAN

Apa pun yang disampaikan oleh oknum polisi yang tidak bisa menunjukkan surat tugas dan surat perintah penangkapan tidak usah didengarkan dan wajib ditolak.

  1. Menunjukkan surat tugas dan surat perintah penangkapan adalah wajib bagi polisi sebagaimana perintah KUHAP dan merupakan asas hukum dalam KUHAP sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 3 huruf b KUHAP: “Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang”.
  2. Pastikan Keluarga Anda mendapat tembusan surat penangkapan segera setelah penangkapan dilakukan (Pasal 18 ayat 3 KUHAP).

Segera hubungi pengacara Anda untuk membantu anda dalam proses hukum ini.

Jakarta, 5 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA PENYIDIK KEPOLISIAN MELAKUKAN PENANGKAPAN

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Perhitungan Jangka Waktu Pengajuan Gugatan TUN
Perhitungan Jangka Waktu Pengajuan Gugatan TUN

Perhitungan Jangka Waktu Pengajuan Gugatan TUN

Pasal 55 UU PTUN menyatakan bahwa Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”

Tidak Tertuju Oleh Keputusan Tata Usaha Negara

Perhitungan Jangka Waktu Pengajuan Gugatan TUN

Sedangkan dalam SEMA No. 3/2015 yang menyatakan bahwa tenggat waktu 90 hari untuk mengajukan gugatan bagi pihak ketiga yang tidak tertuju oleh keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang semula dihitung sejak yang bersangkutan merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha negara dan sudah mengetahui adanya keputusan tata usaha negara tersebut diubah menjadi dihitung sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui keputusan tata usaha negara yang merugikan kepentingannya.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tenggang waktu 90 hari dihitung sejak penggugat yang merupakan pihak ketiga mengetahui pertama kali adanya KTUN (sertifikat tanah) yang merugikan kepentingannya. Jadi bukan dihitung sejak sertifikat tanah tersebut terbit.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 5 K/TUN/1992, tanggal 21 Januari 1993 Jo PT.TUN. Jakarta No. 13/B/1991/PT.TUN.JKT tanggal 27 Januari 1992 Jo PTUN Jakarta No. 010/G/1991/PTUN.JKT tanggal 17 Oktober 1991 yang menyatakan bahwa:

“Jangka waktu yang termasuk dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 harus dihitung sejak Penggugat mengetahui adanya keputusan yang merugikannya.”

Jakarta, 4 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Perhitungan Jangka Waktu Pengajuan Gugatan TUN

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang