Yanthie Maryanti

Archives January 2024

Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata Dan Apa Saja Yang Menyebabkan Gugatan Nebis In Idem
Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata

Ne Bis In Idem adalah perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya. Gugatan yang diajukan seseorang ke pengadilan dan mengandung Ne bis In Idem, harus dinyatakan oleh hakim bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard).

Mengenal Asas Nebis In Idem

Pasal 1917 KUHPerdata

“Kekuatan sesuatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas daripada sekedar mengenai soal putusannya. Untuk dapat memajukan kekuatan itu, perlulah bahwa soal yang dituntut adalah sama, bahwa tuntutan didasarkan atas alasan yang sama, lagipula dimajukan oleh dan terhadap pihak-pihak yang sama didalam hubungan yang sama pula”. Artinya bahwa suatu perkara yang telah diputus oleh hakim terdahulu dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dapat digugat kembali dengan subyek dan objek yang sama.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia berikut:

Putusan Mahkamah Agung No. 647/K/sip/1973 yang menyatakan:

”Ada atau tidaknya asas ne bis in idem tidak semata-mata ditentukan oleh para pihak saja, melainkan terutama bahwa obyek dari sengketa sudah diberi status tertentu oleh keputusan Pengadilan yang lebih dulu dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 588 K/Sip/1973, tanggal 3 Oktober 1973 menyatakan:

“Karena perkara ini sama dengan perkara yang terdahulu, baik dalil gugatannya maupun objek perkara dan penggungat-penggugatnya, yang telah mendapat keputusan Mahkamah Agung tanggal 19 Desember 1970 No. 1121 K/Sip/1970 No. 350 K/Sip/1970, seharusnya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, bukannya ditolak.”

Apa Saja Yang Menyebabkan Gugatan Nebis In Idem

Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata Dan Apa Saja Yang Menyebabkan Gugatan Nebis In Idem

Putusan Mahkamah Agung No. 497 K/Sip/1973, tanggal 6 Januari 1976 menyatakan:

“karena terbukti perkara ini pernah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta, maka gugatan penggugat tidak dapat diterima.”

Putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1982, tanggal 10 Maret 1983 menyatakan

“Terhadap perkara ini dihubungkan dengan perkara terdahulu, yang telah ada putusan Mahkamah Agung, berlaku asas ne bis in idem, mengingat kedua perkara ini, pada hakikatnya sasarannya sama, yaitu pernyataan tidak sahnya jual beli tanah tersebut dan pihak-pihak pokoknya sama.”

Putusan Mahkamah Agung RI No. 1226 K/Sip/2001, tanggal 2002 menyatakan:

“Meski kedudukan subjeknya berbeda tetapi objeknya sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan ne bis in idem.”

Jakarta, 30 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur
Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur

Sering kali bank menagih kredit kepada debitur padahal debitur tidak sanggup bayar (wanprestasi) atau apabila debitur memiliki uang untuk membayar pokok kredit, bank justru menghitung uang yg disetorkan sebagai bunga atau denda.

Tindakan Bank Yang Menyatakan Kredit Debitur Macet

Tindakan Bank yang menyatakan kredit debitur macet tapi bunga masih tetap dihitung terus tidaklah dibenarkan secara hukum.

Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 2899 K/Pdt/1994, tanggal 15 Februari 1996 yang menyatakan:

Bank yang sudah menyatakan suatu kredit macet, maka pada saat itu, kredit harus status quo dan karenanya tidak diperkenankan lagi untuk menambah dengan bunga.

Berdasarkan uraian di atas, maka jelas bahwa bila kredit sudah dinyatakan macet, maka tidak bunganya juga harus dihentikan. Bank tidak boleh menambah/menghitung bunganya terus-menerus.

Jakarta, 26 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)
Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)

Cessie adalah cara pengalihan dan / atau penyerahan piutang atas nama sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Piutang yang timbul berdasarkan kegiatan pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank merupakan suatu tagihan atas nama. Tagihan itu melibatkan dua pihak yaitu kreditur dan debitur.

Seperti yang tercantum dalam pasal 613 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengenai penyerahan yaitu penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas (mengambil tindakan pemilikan) terhadap kebendaan tersebut.

Pengalihan Piutang Dengan Skema Cessie

Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)

Upaya hukum yang dilakukan dalam pengalihan piutang dengan skema cessie ini dapat melalui gugatan contentiosa maupun gugatan voluntair dimana pengajuannya dapat diajukan di pengadilan agama maupun pengadilan negeri. Jika perkara cessie tersebut berada pada pihak perbankan syariah maka perkara itu dapat di daftarkan pada pengadilan agama sesuai dengan kompetensinya masing-masing sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dalam kaitannya dengan kompetensi mengadili maupun kompetensi lainnya.

Kemudian, jika perkara cessie tersebut berada pada pihak perbankan umum atau dengan kata lain bank konvensional, maka gugatan dapat diajukan ke pengadilan negeri sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Dalam bentuk gugatan yang diajukan juga bisa menggunakan gugatan voluntair maupun gugatan contentiosa.

Jika ada sengketa pada perkara cessie tersebut seperti debitur lama untuk mengosongkan kediaman yang akan dibeli oleh debitur baru maka dapat mengajukan gugatan wanprestasi (Pasal 1338 KUH Perdata, Pasal 1243, Pasal 1267, Pasal 1237 ayat (2) Jo Pasal 181 ayat (2) HIR dan dimintakan kepada hakim dalam petitum gugatan untuk mengosongkan rumah tersebut dalam keadaan benar-benar kosong di pengadilan.

Namun jika perkara pengalihan piutang dengan skema cessie tersebut tidak mengandung sengketa maka dapat diajukan gugatan voluntair atau mengajukan sebuah permohonan ke pengadilan sesuai dengan kompetensinya baik kompetensi absolut maupun kompetensi relatifnya harus disesuaikan agar tidak menyalahi perundang-undangan atau peraturan yang berlaku.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1230K/Sip/1980

Jakarta, 25 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah
Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah

Istilah Rechtsverwerking diartikan sebagai hilang atau lepasnya hak seseorang karena tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Menurut J. Satrio, rechtsverwerking diartikan merelakan hak dan merupakan suatu pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak mau lagi menggunakan hak yang dipunyainya.

Konsep rechtsverweking dapat ditemukan pada pasal 32 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997:

“….pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam jangka waktu (5) lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”.

Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 210/K/Sip/1955 (Kasus di kabupaten Pandeglang, Jawa Barat) yang berbunyi:

“Gugatan tidak dapat diterima, oleh karena para penggugat dengan mendiamkan selama 25 tahun dianggap telah menghilangkan haknya (rechtsverwerking)”.

Jakarta, 24 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan
Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan

Pasal 833 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:

Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal

Berdasarkan isi pasal 833 KUHperdata diatas, konsekuensi hukum dari meninggalnya si pemegang saham adalah beralihnya saham tersebut kepada istri dan anaknya, namun hal itu tidak serta merta, karena harus ada prosedur yang harus dilalui agar ahli waris menjadi pemegang saham sebagaimana diatur Pasal 57 ayat (2), Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT).

Bagaimana prosedur peralihan saham karena pewarisan?

Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak dan disampaikan secara tertulis kepada perseroan (Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) huruf c UU PT)

Akta tersebut dapat berupa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun akta bawah tangan Pasal 56 ayat (1) UU PT

Ahli Waris Perlu Menyampaikan Keterangan Kematian

Ahli waris perlu menyampaikan keterangan kematian, keterangan waris, dan bukti lain yang membuktikan siapa saja para ahli waris

Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan

Apabila ahli waris lebih dari satu maka harus membuat surat kuasa kepada salah satu ahli waris untuk menjadi wakil pemegang saham tersebut

Diantara ahli waris dapat dibuat kesepakatan untuk membagi saham tesebut, sehingga masing-masing saham terdaftar atas nama setiap ahli waris

Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus (Pasal 56 ayat (3) UU PT)

Direksi akan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar perseroan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak (Pasal 56 ayat (3) UU PT Pasal 56 ayat (3) UU PT)

Jakarta, 23 Januari 2024.

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Mekanisme Peralihan Pemegang Saham Pada Perseroan Karena Pewarisan

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang
Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang

Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan MA No. 3642 K/Pdt/2001 tanggal 11 September 2002 menyatakan bahwa:

Hakim Berwenang Untuk Mewakili Dan Menyatakan Bahwa Kedudukan Para Pihak Tidak Seimbang

“Dalam kebebasan berkontrak, hakim berwenang untuk mewakili dan menyatakan bahwa kedudukan para pihak berada dalam yang tidak seimbang, sehingga sengketa pihak dianggap tidak bebas menyatakan kehendaknya”

Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang

“Dalam perjanjian yang bersifat terbuka, nilai-nilai hokum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan kepatutan, keadilan, perikemanusiaan dapat dipakai sebagai upaya perubahan terhadap ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam perjanjian.”

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Perjanjian yang dibuat dalam keadaan tidak seimbang dapat digugat. Dan hakim berwenang untuk menilai dan menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam berkontrak berada dalam posisi yang tidak seimbang.

Jakarta, 20 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Para Pihak Dapat Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Apabila Perjanjian (Kontrak) Tidak Seimbang

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Pemanggilan RUPS Hanya Melalui Surat Kabar Tetap Sah Secara Hukum

Pengambilan suatu keputusan dalam perusahaan dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:

  1. Pernyataam Keputusan Rapat
  2. Sirkuler
  3. Rapat

Pemanggilan Rapat Secara Tercatat

Pemanggilan RUPS Hanya Melalui Surat Kabar Tetap Sah Secara Hukum

Pengambilan keputusan melalui RUPS Sirkuler (Pasal 91 UU PT) tidak mewajibkan adanya pemanggilan rapat secara tercatat. Pelaksanaan pengambil keputusan dengan metode rapat wajib dengan pemanggilan terlebih dahulu dengan surat tercatat dan/atau iklan surat kabar (Dapat dilihat pasal 82 ayat 2 UU PT).

Apabila diterjemahkan makna pada pasal 82 ayat 2 UU PT “dan/atau” maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanggilan dapat dilakukan dengan tiga pilihan yaitu :

  1. Pemanggilan dengan surat tercatat ke alamat pemegang saham
  2. Pemanggilan dengan iklan surat kabar
  3. Pemanggilan dengan surat tercatat dan iklan surat kabar

Pada umumnya, pengaturan teknis secara terperinci atas pelaksanaan RUPS diatur dalam AD/ART perusahaan sehingga dapat mengacu pada AD/ART perusahaan.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2000 K/Pdt/2013 Jo Putusan Nomor 156/Pdt/2012/PT. Dps Jo Putusan Nomor 75/Pdt.G/2011/PN. Ap antara Bias Putih Korea Co,Ltd dengan Kuk Bong Yi dkk yang menyatakan:

“Pengadilan menolak seluruh gugatan BBP dan menyatakan pemanggilan dan/atau keputusan RUPS yang telah diambil tanpa kehadiran BBP Korea karena telah sesuai dengan pasal 82 ayat 2 UU PT yang memberikan opsi/pilihan kepada Direksi dengan hanya menggunakan surat kabar saja”

Jakarta, 19 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Pemanggilan RUPS Hanya Melalui Surat Kabar Tetap Sah Secara Hukum

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Saat Debitur Meninggal Dunia
Saat Debitur Meninggal Dunia

Pada Pasal 833 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) menyatakan bahwa para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.

J. Satrio, S.H. dalam bukunya “Hukum Waris” (hal. 8), bahwa warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.

Walaupun memang, tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya (Ps. 1045 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris ( Ps. 1058 KUHPerdata).

Ahli Waris Harus Ikut Memikul Pembayaran Utang

Saat Debitur Meninggal Dunia, Apakah Ahli Waris Dapat Melunasinya?

Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (Ps. 1100 KUHPerdata).

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3574 K/Pdt/2000.

Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang si pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya

Pada umumnya, pihak bank mewajibkan setiap debiturnya untuk mengikuti asuransi yang juga disertakan setiap kali permohonan kredit baru telah disetujui. Asuransi pun memiliki peranan yang sangat penting bagi keduanya, seperti halnya ketika terjadi sesuatu hal yang tak terduga yang menyebabkan pinjaman tersebut sulit dibayarkan terlebih jika debitur tersebut meninggal dunia.

Jadi, ahli waris tidak wajib melunasi hutang debitur yang telah meninggal dunia. Apabila dalam perjanjian kredit/hutang-piutang sebelumnya didaftarkan asuransi, maka hutang secara otomatis lunas karena telah dicover asuransi.

Saat Debitur Meninggal Dunia, Apakah Ahli Waris Dapat Melunasinya?

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Kreditur Yang Tidak Termasuk Dalam Putusan PKPU
Kreditur Yang Tidak Termasuk Dalam Putusan PKPU Tidak Dapat Mengajukan Pembatalan Homologasi

Kreditor yang pada saat PKPU berlangsung tidak pernah mengajukan tagihan kepada Pengurus, maka kalaupun setelah perdamaian tercapai, tagihan kreditor tersebut harus dikesampingkan sehingga tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perdamaian/Pemohon tidak berhak untuk meminta pembatalan perdamaian.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkmah Agung RI No. 49 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 yang menyatakan:

“Pemohon tidak termasuk yang tercantum dalam putusan pengesahan perdamaian. Pada saat PKPU berlangsung tidak pernah mengajukan tagihan kepada pengurus. Kalaupun setelah perdamaian tercapai, tagihan tersebut harus dikesampingkan”

Yang Dapat Dilakukan Kreditur

Kreditur Yang Tidak  Termasuk Dalam Putusan PKPU Tidak Dapat Mengajukan Pembatalan Homologasi

Apa yang dapat dilakukan kreditur tersebut?

Yang tidak termasuk kedalam putusan PKPU maka berlaku hal-hal berikut:

  1. Putusan Homologasi berlaku bagi semua kreditur. (Pasal 286 UU K-PKPU)

“Perdamaian yang telah disahkan mengikat semua Kreditor, kecuali Kreditor yang tidak menyetujui rencana perdamaian sebagaimana dalam Pasal 281 ayat (2).

  1. Kreditur tersebut dapat mengajukan permohonan pembukaan kembali Kepailitan-PKPU sebagaimana diatur pada pasal 173 & 176 UUK-PKPU.

Jakarta, 13 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Kreditur Yang Tidak Termasuk Dalam Putusan PKPU Tidak Dapat Mengajukan Pembatalan Homologasi

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Anak Berstatus WNA Tetap Berhak Menjadi Ahli Waris Dari Pewaris Yang Berstatus WNI
Anak Berstatus WNA Tetap Berhak Menjadi Ahli Waris Dari Pewaris

Secara prinsip, anak tetap berhak mendapat warisan dari orang tuanya karena ada hubungan darah sebagaimana isi Pasal 832 KUHPerdata.

Bagaimana jika warisan berupa tanah?

Memang pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) melarang orang asing memiliki tanah di Indonesia. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.1025 K/Sip/1980, yang menyatakan:

“Orang asing menurut UUPA tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah”.

Anak Yang Menjadi WNA Tidak Menyebabkan Hak Warisnya Menjadi Gugur

Larangan memiliki tanah oleh WNA tidak secara otomatis membuat hak mewaris menjadi gugur. Karena meski si anak sudah menjadi WNA bukan berarti hubungan darah nya menjadi hilang. Atau dengan kata lain anak yang menjadi WNA tidak menyebabkan hak warisnya menjadi gugur.

Solusi atas status ahli waris sebagai WNA adalah dengan memberi ganti rugi kepada ahli waris yang WNA tersebut dalam bentuk uang tunai atau uang dari hasil penjualan tanah tersebut sesuai dengan porsi hak waris si anak yang menjadi WNA tersebut.

Jadi berdasarkan uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa anak yang berstatus WNA tetap berhak mewaris.

Jakarta, 10 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Anak Berstatus WNA Tetap Berhak Menjadi Ahli Waris Dari Pewaris

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang