Yanthie Maryanti
Perbedaan Penipuan & Penggelapan
Perbedaan Penipuan & Penggelapan

Perbedaan Penipuan & Penggelapan

Perbedaan Penipuan & Penggelapan

Perbedaan antara penggelapan, dan penipuan sebagaimana dimaksud di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia.

Penggelapan diatur di dalam pasal 372 dan 374 KUHP,

sedangkan Penipuan diatur di dalam pasal 378 dan 379 a KUHP.

Perbedaan sederhana :

Untuk penggelapan,

  • cara memperoleh barang itu bukan karena perbuatan melawan hukum, atau cara memperoleh barang bukan karena kejahatan.

Sedangkan penipuan,

  • cara memperoleh barang itu karena perbuatan melawan hukum, atau karena sudah ada kejahatan yang dilakukan,

Penggelapan yang diatur dalam pasal 372 itu sebenarnya obyeknya hanya disebut barang, tetapi pada kenyataan nya juga bisa berupa Uang.

Contoh Penggelapan yang di jelaskan dalam  pasal 372 KUHP :

  • Seseorang menyewa mobil untuk lima hari, setelah lima hari tidak mengembalikan mobilnya, maka si pemilik mobil dapat melaporkan orang tersebut dengan penggelapan, dengan syarat harus memberikan peringatan terlebih dahulu kepada orang tsb untuk mengembalikan dalam jangka waktu tertentu. Setelah jangka waktu itu lewat, maka masuk di dalam kategori penggelapan.

Pasal Penggelapan ini selanjutnya akan diatur dalam Pasal 486 UU 1/2023 (yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan yakni pada tahun 2026) yang menjelaskan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.”

Pasal 372 KUHP tentang penggelapan ini adalah pidana biasa, sedangkan pidana yang diperberat itu diatur di dalam pasal 374 KUHP.

Maksud dari diperberat di sini adalah, Karena 374 KUHP adalah tentang penggelapan yang dilakukan dalam jabatan, atau dalam pekerjaan seseorang menerima upah.

Contoh Penggelapan yang di jelaskan dalam pasal 374 KUHP

  • Seorang bendahara di sebuah PT, yang memegang memegang bagian keuangan, membuat data-data yang palsu, dan kemudian ada dana-dana yang di gunakan secara pribadi. Maka, itu masuk dengan pemberatan, utuk 372 ancamannya 4 tahun, sedangkan 374 karena ada pemberatan dan dalam lingkup pekerjaan, maka ancamannya agak tinggi yaitu 5 tahun.

Kemudian untuk penipuan yang diatur dalam pasal 378.

  • Terjadi karena perbuatan melawan hukum, atau karena kejahatan dengan memakai tipu muslihat, nama palsu, rangkaian kebohongan, menggerakan orang untuk menyerahkan barang sesuatu, menghapuskan piutang, atau memberikan hutang.

Jadi cara memperoleh barang itu sudah dilakukan dengan adanya keinginan sejak awal untuk melakukan penipuan dengan cara memakai nama palsu, martabat palsu, rangkaian kebohongan, dan lain sebagainya .Sehingga orang tergerak untuk menyerahkan barang, memberikan hutang, atau menghapuskan piutang. Itu mengenai penipuan.

Sedangkan penipuan yang diatur di dalam pasal 379a

  • orang-orang yang bergerak, untuk menggerakan orang lain dengan cara memberi barang. Jadi ruang lingkupnya lebih sempit, dia tidak mengenai uang, tetapi dia mengenai pembelian barang.

Contohnya :

  • seseorang membeli barang, dari toko A seharga 10 juta, dan hanya dibayar 5 juta. Kemudian melakukan pembelian lagi dari toko C, seharga 50 juta dan hanya di bayar 20 juta kemudian membeli lagi di took lain dengan pembayaran yang serupa

Jadi pasal 379a itu adalah pekerjaan yang di lakukan, sebagai mata pencaharian, untuk kemudian mendapatkan keuntungan bagi pribadi dengan sengaja, tidak membayar lunas semua pembelian-pembelian barang yang di lakukan di beberapa toko.

Dalam pasal 379a itu harus melibatkan pelapor minimal 2 orang.

Terkait dengan pasal penipuan selanjutnya akan di atur dengan pasal 492 UU 1/2023 (yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan yakni pada tahun 2026) dimana dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa “Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.

Jadi kesimpulannya cara memperolah barang itu berbeda,

  • penggelapan 372 dan 374 bukan karena kejahatan, atau dari awal ia itu sah mendapatkan barang. Sah ia mendudukkan untuk memegang uang.
  • penipuan itu memang sejak awal didapatkannya dari suatu proses kejahatan, kesengajaan untuk tidak melakukan pembayaran, atau menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya.

Selanjutnya jika di lihat dari Unsur Pasal Penipuan dan Penggelapan

Dalam pasal penipuan berisi unsur penipuan seperti:

  1. Barang siapa
  2. Dengan maksud
  3. Untuk menguntungkan dirinya atau orang lain dengan cara melawan hukum
  4. Dengan menggunakan nama palsu, tipu muslihat, martabat palsu, rangkaian kebohongan.
  5. Membujuk atau menggerakkan orang lain agar memberikan barang, memberikan hutang atau menghapuskan piutang.

Jadi bisa dikatakan bahwa yang ada dalam Pasal penipuan tersebut merupakan tindakan yang dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum.

Sedangkan untuk unsur dalam pasal penggelapan yang ada dalam Pasal 372 adalah:

  1. Unsur subjektif yang merupakan unsur kesengajaan yang termasuk mengetahui dan menghendaki. Sehingga juga bisa dikatakan bahwa penggelapan termasuk dalam delik sengaja.
  2. Unsur objektif yang terdiri atas:
  • Barang siapa
  • Menguasai dengan cara melawan hukum
  • Suatu benda
  • Sebagian atau seluruhnya milik orang lain
  • Benda yang dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

Jadi, dari keterangan yang sudah saya uraikan di atas, maka bisa di ambil kesimpulan bahwa Perbedaan Penipuan dan Penggelapan

Hal yang
Membedakan
PenipuanPenggelapan
Perolehan BarangBarang tersebut awalnya ada pada korban yang selanjutnya diberikan atau diserahkan kepada pelaku dengan daya upaya yang dilakukan pelaku.Barang yang hendak dimiliki pelaku diperoleh bukan dari tindak pidana, melainkan sudah dikuasai secara nyata dan sah oleh pelaku.
ObyekMencakup memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang.Terbatas pada barang atau uang.
Niat PelakuSedari awal, pelaku membujuk korban untuk menyerahkan atau memberikan barang.Niat memiliki barang baru ada setelah barang tersebut untuk sekian waktu sudah berada di tangan pelaku.

Perbedaan Penipuan & Penggelapan

Yanthie Maryanti – KMTH

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Fenomena Human Trafficking
Fenomena Human Trafficking

Perdagangan Manusia atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau yang sering di sebut dengan Human Trafficking masih menjadi kasus yang serius di seluruh penjuru dunia, dan tidak terkecuali di Indonesia.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 mendefinisikan perdagangan orang atau perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

sekilas tentang Pengalaman pribadi, Pada thn 2004 seminggu setelah pengumuman kelulusan SMK, dan menyadari bahwa kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinkan untuk melanjutkan kuliah maka saat itu juga saya memutuskan untuk mencari pekerjaan dan berfikir sekiranya dengan bekerja saya bisa melanjutkan kuliah.

Disaat yang bersamaan saya bertemu dengan seorang sponsor yang sedang mencari calon pekerja migran atau saat itu lebih di kenal sebagai TKW alias tenaga kerja wanita

Dengan iming2 janji gaji besar dan juga semua fasilitas dan keperluan akan di biayai masih lagi keluarga di rumah di beri uang. Maka dari situ saya ikut perekrutan yang di lakukan oleh sponsor tersebut tanpa di jelaskan tentang potongan gaji dan lain2.

Yang di jelaskan hanya fasilitas, uang saku dan juga gaji yang saya rasa sangat banyak untuk  remaja seumuran saya waktu itu yang baru lulus SMK.

Singkat cerita saya di bawa ke sebuah PT dan melakukan medical check up yang kemudian setelah hasil nya FIT, saya di buatkan paspor yang ternyata umur saya dibuat 7 taun lebih tua dari umur sebenarnya.dimana saya yg masih berumur 17 tahun dibuatkan paspor dengan umur 24 tahun

Selesai proses dokumen, kemudian saya dan beberapa teman lainya di kirim ke Batam dengan Kapal selama 3 hari perjalanan sebelum akirnya sampai ke Singapore,

dan betapa kagetnya saat sampai di agen Singapore kita di beri penjelasan bahwa saya ttidak akan menerima gaji selama 8 bulan yang kemudian akan di tambahkan lagi 2 bulan untuk biaya administrasi keberangkatan , jadi total nya genap 10 bulan atau hampir 1 tahun bekerja tanpa gaji.

Di samping itu selama di pt banyak dari teman2 yang lama tidak berangkat kemudian di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial karena penyalur tidak mau rugi dengan menampung mereka terlalu lama,

Demikian sekilas tentang pengalaman pribadi yang pernah saya alami, dan dari kejadian tersebut saya ingin sedikit memberikan tanggapan dari sisi kemanusiaan dan hukum yang ada di indonesia, bahwasanya dari jaman dulu HUMAN TRAFFICKING atau perdagangan orang bukanlah hal yg asing hanya saja pada masa itu blm banyak masyarakat yang mengerti dan paham dengan hukum dan peraturan seperti masyarakat sekarang.

Dari aspek moral dan kemanusiaan, Tingkat Moralitas manusia terendah  bagi saya adalah

  1. Moralitas takut dihukum
  2. Moralitas perhitungan untung dan rugi

Moralitas Takut di hukum disini yang saya maksud adalah, moralitas di mana manusia mematuhi tata tertib dan hukum karena di tak mau di hukum atau di kenakan sanksi bukan karena kesadaran dari diri sendiri yang akirnya mereka akan mematuhi aturan karena mereka menghindari hukuman dan ini berimbas dengan pemikiran bahwa selama tidak ketahuan dan bisa di negoisasikan maka pelanggaran akan tetap dilakukan karena saat mereka akan di kenakan sanksi mereka akan mencari perlindungan atau bernegosiasi dengan aparatur negara atau pemerintah bahkan dengan penegak hukum.

Yang ke-2, Moralitas perhitungan untung rugi.
Inilah point terpenting dimana Human Trafficking terjadi, yaitu para pelaku dengan sengaja masuk ke daerah2 dan mengambil orang2 dengan tipu daya, janji palsu , iming2 yang menggiurkan kemudian di berangkatkan dengan dokumen palsu sehingga secara tidak langsung orang2 ini di jual kepada agen2 yang akan menyalurkan mereka kepada pemberi kerja atau bahkan di jual untuk di jadikan pekerja2 seks komersial atau pun budak.

Letak perhitungan untung ruginya adalah, saat sang penyalur bernegoisasi harga dengan agen, pelaku sudah sangat detail memperhitungkan keuntungan nya bahkan sampai pada titik kemungkinan apabila mereka tertangkap oleh para penegak hukum. Karena seperti yang kita ketahui bersama di dalam penegakan hukum di indonesia banyak sekali para oknum2 aparatur negara yang bisa  memperlicin jalan nya Human Traficking ini, maka di sinilah para pelaku sudah memperhitungkan semuanya.

Dan yang membuat orang2 tidak berani buka suara, selain tingkat SDM dan pengetahuan nya yang bisa di bilang kurang, akan merasa takut karena sudah di ancam oleh para pelaku/sindikat2 Human Trafficking tersebut dengan hukuman penjara atau ancaman denda atas pemalsuan dokumen tersebut.

Jadi Kesimpulan nya , Apabila para aparatur negara, aparatur pemerintah sampai ke daerah dan e desa2 sebagian besar berada di tingkat moralitas yang rendah maka kejahatan termasuk Human Trafficking akan terus ada sampai kapanpun, dan tidak bisa kita pungkiri moralitas seperti ini lah yang banyak terjadi di tanah air kita Indonesia.

Pemberantasan sindikat2 Human Trafficking akan berjalan apabila adanya kesadaran, persaudaraan dan cinta tanah air dari maasyarakat bersama2 dengan aparatur negara, mulai  pemerintahan,daerah dan desa juga para penegak hukum, yang selalu menanamkan jiwa Pancasila dalam hati serta hidup kita dan mereka semua.

Menurut Dalam Pasal 57 ayat (2) UU 21/2007Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang. Dan juga di jelaskan dalam pasal 58 UU 21/2007 bahwa  Untuk melaksanakan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang dan untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaannya, pemerintah membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/ akademisi.

Fenomena Human Trafficking

http://Yanthie Maryanti – KMTH