Yanthie Maryanti

Blog

Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dari Orang Lain
Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dari Orang Lain

Dalam hukum perdata, salah satu alat bukti yang diakui adalah keterangan saksi. Keterangan saksi menurut Pasal 164 HIR/284 RBg ditempatkan dalam urutan ketiga. Berbeda dengan hukum acara pidana yang menempatkan keterangan saksi ada pada urutan pertama. Hal ini berkaitan dengan jenis kebenaran yang akan dicari.

Memutus Berdasarkan Bukti Yang Cukup

Prinsipnya dalam perkara perdata hakim hanya perlu memutus berdasarkan bukti yang cukup (preponderance of evidence). Alat bukti yang cukup dimaksud memiliki beberapa kualifikasi agar memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.

Keterangan saksi misalnya, dalam HIR atau RBg pada prinsipnya tidak mengatur spesifik kriteria saksi. Namun, jika mengacu kepada ketentuan KUHAP maka saksi adalah yang melihat, mendengar dan merasakan sendiri. Meski melalui Putusan MK No. 65 PUU VIII 2010 telah ada perluasan defenisi saksi.

Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dari Orang Lain

Dalam hukum perdata, praktiknya menunjukkan kecenderungan bahwa saksi haruslah ia yang mendengar, melihat dan/atau merasakan sendiri. Keterangan saksi yang diperoleh dari keterangan orang lain (testimonium de auditu) tidaklah dapat dipertimbangkan sebagai keterangan saksi yang memiliki nilai pembuktian.

Hal ini beberapa kali dikuatkan dalam berbagai Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai berikut:

Putusan Mahkamah Agung RI No.803 K/Sip/1970 menyatakan bahwa:

“kesaksian para saksi yang didengarnya dari orang lain de auditu tidak perlu dipertimbangkan oleh Hakim, sehingga semua keterangan yang telah diberikan oleh para saksi de auditu tersebut, didalam persidangan bukan merupakan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Perdata”

Putusan Mahkamah Agung RI No. 547 K/Sip/1971 yang menyatakan bahwa:

“Keterangan saksi de auditu di dalam persidangan perkara perdata di Pengadilan, bukan merupakan alat bukti sah, menurut hukum Acara Perdata.

Dari dua putusan diatas, jelas bahwa keterangan de auditu bukan merupakan alat bukti yang sah.

Jakarta, 18 Maret 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dari Orang Lain Tidak Memiliki Kekuatan Pembuktian

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Status Obyek Jaminan Bank (HT) Yang Diletakan Consevatoir Beslag Dalam Putusan Pengadilan Oleh Pihak Ketiga Putusan pengadilan yang mengabulkan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap tanah yang sudah jaminkan ke bank adalah tidak tepat. Hal sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 394.K/Pdt/1984 tanggal 31 Maret 1985 menyatakan "Barang-barang yang sudah dijadikan jaminan hutang kepada bank rakyat indonesia cabang gresik tidak dapat dikenakan conservatoir beslag” Bank dapat melakukan eksekusi tanah yang sudah dijaminkan tersebut. Mengingat sudah ada akta pembebanan hak tanggungan yang punya dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana pasal 20 ayat 1 huruf b dan Penjelasan umum angka 9 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah). Selain itu, pada Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 3445.K/Pdt/1994, tanggal 24 Mei 1996 Jadi berdasarkan uraian diatas Bank dapat mengabaikan putusan pengadilan (consevatoir berlag) dan dapat melakukan eksekusi terhadap tanah tersebut. Jakarta, 15 Maret 2024 Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM Status Obyek Jaminan Bank (HT) Yang Diletakan Consevatoir Beslag Dalam Putusan Pengadilan Oleh Pihak Ketiga Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang
Status Obyek Jaminan Bank (HT)
  1. Putusan pengadilan yang mengabulkan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap tanah yang sudah jaminkan ke bank adalah tidak tepat.

Hal sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 394.K/Pdt/1984 tanggal 31 Maret 1985 menyatakan

Status Obyek Jaminan Bank (HT)

“Barang-barang yang sudah dijadikan jaminan hutang kepada bank rakyat indonesia cabang gresik tidak dapat dikenakan conservatoir beslag”

  1. Bank dapat melakukan eksekusi tanah yang sudah dijaminkan tersebut. Mengingat sudah ada akta pembebanan hak tanggungan yang punya dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana pasal 20 ayat 1 huruf b dan Penjelasan umum angka 9 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah).

Selain itu, pada Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 3445.K/Pdt/1994, tanggal 24 Mei 1996

Jadi berdasarkan uraian diatas Bank dapat mengabaikan putusan pengadilan (consevatoir berlag) dan dapat melakukan eksekusi terhadap tanah tersebut.

Jakarta, 15 Maret 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Status Obyek Jaminan Bank (HT) Yang Diletakan Consevatoir Beslag Dalam Putusan Pengadilan Oleh Pihak Ketiga

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Saksi Yang Tidak Mau Hadir Secara Sukarela
Saksi Yang Tidak Mau Hadir Secara Sukarela

Pada pasal 121 ayat (1) HIR menyatakan bahwa hak dan kewajiban menghadirkan saksi yang dianggap penting untuk didengarkan keterangannya dalam persidangan, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berperkara.

Bagaimana jika saksi tidak mau secara sukarela dihadirkan di persidangan?

Saksi yang tidak mau hadir di persidangan dapat dipaksa sebagaimana diatur pada pasal 139 – 142 HIR melalui langkah-langkah berikut:

  1. Meminta kepada pengadilan untuk menghadirkannya.

Para pihak dapat meminta kepada pengadilan agar pengadilan menghadirkan saksi melalui panggilan resmi oleh juru sita. Permintaan tersebut harus memuat alasan2 pokok kenapa saksi harus hadir di persidangan.

Contoh :

  • Saksi tersebut sangat urgen dan relevan untuk meneguhkan dalil2 gugatan atau dalil2 bantahan.
  • saksi dimaksud, tidak dapat atau menolak dihadirkan secara sukarela, meskipun telah diupayakan secara maksimal.

Setelah adanya permintaan, hakim akan mengeluarkan perintah pemanggilan ( Pasal 139 ayat 1 HIR)

Membawa Saksi Secara Paksa

Apabila saksi tetap tidak hadir setelah dilakukan pemanggilan pertama, maka hakim akan memanggil kembali (Pasal 140 ayat 2 HIR)

Saksi Yang Tidak Mau Hadir Secara Sukarela

Apabila saksi tetap tidak hadir setelah dilakukan pemanghilan kedua, maka hakim akan memerintahkan juru sita membawa paksa saksi (Pasal 141 ayat 2 HIR). Pembawaan secara paksa ini dilakukan oleh aparar kepolisian.

Catatan : Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pemanggilan saksi oleh pengadilan dibebankan kepada saksi.

Jakarta, Februari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Saksi Yang Tidak Mau Hadir Secara Sukarela Dapat Dipaksa Melalui Pengadilan

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

PPJB Dapat Dijadikan Dasar Jual Beli Rumah Kepada Pihak Ketiga Dengan Syarat Tertentu
PPJB Dapat Dijadikan Dasar Jual Beli Rumah

Dalam praktik peralihan atas rumah berhenti hanya pada tahapan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), belum diubah ke bentuk Akta Jual Beli (AJB) dan balik nama sertifikat. Kemudian pemegang PPJB hendak menjual rumah dengan dasar PPJB.

Sebelum adanya SEMA No 4 Tahun 2016, PPJB tidak dapat dijadikan dasar jual beli kepada pihak dengan alasan sebagai berikut:

  1. PPJB merupakan perjanjian sementara yang digunakan untuk menunggu pemenuhan kewajiban oleh para pihak untuk balik nama. (PP No.12/2021)
  2. PP No.24/1997 mengatur bahwa peralihan hak atas tanah dan bangunan hanya dapat didasarkan pada akta-akta tertentu yang mana didalamnya tidak ada PPJB sebagai salah satu dasar.
  3. PPJB bukan bukti kepemilikan hak atas tanah/bangunan, seperti misalnya SHM, SHGB, dll.

Lalu apa syarat agar Perjanjian Pengikatan Jual Beli dapat dijadikan dasar jual beli dengan pihak ketiga?

Syarat Agar Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dapat Dijadikan Dasar Jual Beli

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2016 sebenarnya terdapat rumusan bahwa PPJB dapat dijadikan dasar jual-beli apabila kondisi berikut ini terpenuhi:

  1. Pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli
  2. Rencana jual beli dilakukan dengan iktikad baik.

Bila salah satu syarat tidak terpenuhi, tentu Perjanjian Pengikatan Jual Beli tidak dapat dijadikan dasar jual beli. SEMA tersebut sulit untuk diimplementasikan apabila tidak ada penetapan pengadilan atas PPJB tersebut yang dapat dijadikan dasar eksekusi. Hal ini mengingat, SEMA hanya berlaku sebagai rujukan bagi para hakim dalam memutus perkara tertentu. Selain itu, biasanya BPN baru dapat menganggap PPJB sebagai bukti kepemilikan sah apabila hal tersebut sudah tertuang dalam penetapan/keputusan pengadilan.

Jadi solusi yang biasa diambil adalah skema oper kredit atau pengalihan hak dan kewajiban atas PPJB kepada pihak lain.

Setidaknya , terdapat 3 hal yang harus diperhatikan saat melaksanakan Oper Kredit, yaitu:

  1. Oper kredit harus ditegaskan dengan jelas melalui pembuatan surat pengalihan utang atau novasi. Inti dari Novasi adalah mengalihkan kewajiban salah satu pihak dalam PPJB, sehingga pemilik kewajiban debitur lama beralih ke pemegang baru.
  2. Dalam praktik, pengalihan PPJB harus diberitahukan serta disetujui oleh debitur (baik berupa bank atau developer)
  3. Harus dapat dipastikan hal-hal sebagai berikut:
    • Tidak ada ketentuan pelarangan Oper Kredit/Novasi dalam PPJB
    • Tidak ada ada ketentuan yang saling bertentangan antara PPJB dengan Perjanjian Pengalihan Utang.

Jakarta, 18 Februari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

PPJB Dapat Dijadikan Dasar Jual Beli Rumah Kepada Pihak Ketiga Dengan Syarat Tertentu

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Pemberian Cek Kosong Sebagai Jaminan
Pemberian Cek Kosong Sebagai Jaminan

Seseorang bisa dipidana apabila di dalam dirinya ada niat jahat sejak awal lalu diikuti dengan tindakan untuk mewujudkan niat tersebut (jadi mens rea ditambah actus reus).

Sehingga bila niatan pemberi cek kosong dari awal memberi cek itu hanya sebagai jaminan dan apabila dapat dibuktikan bahwa cek tersebut tidak untuk dicairkan tapi justru dicairkan oleh pemegang, maka tidak ada niat jahat (mens rea) atau kesalahan pihak yg menitipkan.

Cek Yang Diberikan Sebagai Alat Penjamin

Pemberian Cek Kosong Sebagai Jaminan

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung sebagai berikut:

Putusan Mahkamah Agung No. 1665 K/PID/2012 yang menyatakan bahwa:

“Menimbang, bahwa karena 3 (tiga) lembar cek yang diberikan terdakwa adalah hanya sebagai alat penjamin bukan alat pembayaran, maka sesuai keterangan saksi ahli Dr. WIDJAJA GUNAKARYASA, SH, bahwa suatu cek yang diberikan sebagai alat penjamin dan hal tersebut disepakati saat pembukuan /pemberian cek sebagai jaminan maka dengan sendirinya cek tersebut tidak boleh dicairkan, dan jika dicairkan dananya tidak cukup, maka tidak terdapat unsur melawan hukum secara pidana”

Putusan Peninjauan Kembali No. 91 PK/PID/2014 yang menyatakan bahwa:

“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta hukum tersebut di atas, tidak ternyata Terdakwa/Terpidana telah memakai nama palsu atau tipu muslihat atau membujuk atau karangan perkataan bohong sebagaimana didakwakan Penuntut Umum pada dakwaan Tunggal tersebut di atas. Sehingga tidak ada alasan hukum yang menyebabkan saksi Wira Budi Saputra merasa tertipu oleh perbuatan Terdakwa yang telah memblokir cek. Apalagi dari semula Wira Budi Saputra telah menyatakan kepada Terdakwa bahwa “nanti cek itu tidak dicairkan, cuma mau ditunjukkan saja kepada pembeli tanah”. Namun kenyataannya malahan Wira Budi Saputra tetap mencairkan cek itu di Bank yang ditunjuk, bila tidak segera diblokir malahan akan merugikan Terdakwa sendiri.”

Jadi berdasarkan uraian di atas, bila cek yang dberikan hanya sebagai jaminan tapi kemudian dicairkan oleh pihak yang memegang, maka tidak bisa dikatakan melakukan penipuan sebab tidak terdapat unsur melawan hukum secara pidana.

Jakarta, 16 Februari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Pemberian Cek Kosong Sebagai Jaminan

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Gross Akta Pengakuan Utang
Gross Akta Pengakuan Utang

Prinsip dari Notaris bersifat pasif melayani para pihak yang menghadap kepadanya. sehingga Notaris tidak berwenang menyelidiki kebenaran keterangan yang dikemukakan para pihak, akan tetapi keterangan dalam akta notaris tidak boleh bertentangan dengan :

  1. Peraturan perundang-undangan
  2. Ketertiban umum, dan
  3. Kesusilaan

Maka dalam hal demikian notaris seharusnya menolak membuat akta tersebut.

Gross Akta Pengakuan Utang

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan MA No.3917 K/Pdt/1986 yang menyatakan bahwa:

“Menentukan denda yang sangat tinggi, semestinya notaris menolak keterangan para pihak tentang itu, karena denda yang terlampau tinggi dianggap bertentangan dengan kepatutan”.

Gross Akta Pengakuan Utang

Mengenai besarnya denda yang disebut dalam akta notaris yang berbentuk akta pengakuan hutang, telah terbukti kebenarannya. Namun denda itu harus dikurangi jumlahnya apabila dianggap terlampau besar, tidak sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan sesuai dengan (matigingsrecht) atau hak membatasi denda yang dimiliki hakim.

Dengan demikian meskipun terbukti kebenarannya, Denda uang (bunga/ganti rugi) yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang kemudian dituangkan secara pasti dalam Grosse Akta Pengakuan Hutang, bilamana jumlahnya dinilai terlalu tinggi, sehingga tidak sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan, maka Hakim berwenang menurunkannya ke tingkat yang lebih rendah sehingga sesuai dengan rasa keadilan tersebut (matigingsrecht).

Jakarta, 9 Februari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Gross Akta Pengakuan Utang

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata Dan Apa Saja Yang Menyebabkan Gugatan Nebis In Idem
Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata

Ne Bis In Idem adalah perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya. Gugatan yang diajukan seseorang ke pengadilan dan mengandung Ne bis In Idem, harus dinyatakan oleh hakim bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard).

Mengenal Asas Nebis In Idem

Pasal 1917 KUHPerdata

“Kekuatan sesuatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas daripada sekedar mengenai soal putusannya. Untuk dapat memajukan kekuatan itu, perlulah bahwa soal yang dituntut adalah sama, bahwa tuntutan didasarkan atas alasan yang sama, lagipula dimajukan oleh dan terhadap pihak-pihak yang sama didalam hubungan yang sama pula”. Artinya bahwa suatu perkara yang telah diputus oleh hakim terdahulu dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dapat digugat kembali dengan subyek dan objek yang sama.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia berikut:

Putusan Mahkamah Agung No. 647/K/sip/1973 yang menyatakan:

”Ada atau tidaknya asas ne bis in idem tidak semata-mata ditentukan oleh para pihak saja, melainkan terutama bahwa obyek dari sengketa sudah diberi status tertentu oleh keputusan Pengadilan yang lebih dulu dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 588 K/Sip/1973, tanggal 3 Oktober 1973 menyatakan:

“Karena perkara ini sama dengan perkara yang terdahulu, baik dalil gugatannya maupun objek perkara dan penggungat-penggugatnya, yang telah mendapat keputusan Mahkamah Agung tanggal 19 Desember 1970 No. 1121 K/Sip/1970 No. 350 K/Sip/1970, seharusnya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, bukannya ditolak.”

Apa Saja Yang Menyebabkan Gugatan Nebis In Idem

Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata Dan Apa Saja Yang Menyebabkan Gugatan Nebis In Idem

Putusan Mahkamah Agung No. 497 K/Sip/1973, tanggal 6 Januari 1976 menyatakan:

“karena terbukti perkara ini pernah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta, maka gugatan penggugat tidak dapat diterima.”

Putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1982, tanggal 10 Maret 1983 menyatakan

“Terhadap perkara ini dihubungkan dengan perkara terdahulu, yang telah ada putusan Mahkamah Agung, berlaku asas ne bis in idem, mengingat kedua perkara ini, pada hakikatnya sasarannya sama, yaitu pernyataan tidak sahnya jual beli tanah tersebut dan pihak-pihak pokoknya sama.”

Putusan Mahkamah Agung RI No. 1226 K/Sip/2001, tanggal 2002 menyatakan:

“Meski kedudukan subjeknya berbeda tetapi objeknya sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan ne bis in idem.”

Jakarta, 30 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur
Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur

Sering kali bank menagih kredit kepada debitur padahal debitur tidak sanggup bayar (wanprestasi) atau apabila debitur memiliki uang untuk membayar pokok kredit, bank justru menghitung uang yg disetorkan sebagai bunga atau denda.

Tindakan Bank Yang Menyatakan Kredit Debitur Macet

Tindakan Bank yang menyatakan kredit debitur macet tapi bunga masih tetap dihitung terus tidaklah dibenarkan secara hukum.

Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 2899 K/Pdt/1994, tanggal 15 Februari 1996 yang menyatakan:

Bank yang sudah menyatakan suatu kredit macet, maka pada saat itu, kredit harus status quo dan karenanya tidak diperkenankan lagi untuk menambah dengan bunga.

Berdasarkan uraian di atas, maka jelas bahwa bila kredit sudah dinyatakan macet, maka tidak bunganya juga harus dihentikan. Bank tidak boleh menambah/menghitung bunganya terus-menerus.

Jakarta, 26 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Status Bunga Yang Terus Dikenakan Oleh Bank Kepada Debitur

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)
Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)

Cessie adalah cara pengalihan dan / atau penyerahan piutang atas nama sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Piutang yang timbul berdasarkan kegiatan pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank merupakan suatu tagihan atas nama. Tagihan itu melibatkan dua pihak yaitu kreditur dan debitur.

Seperti yang tercantum dalam pasal 613 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengenai penyerahan yaitu penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas (mengambil tindakan pemilikan) terhadap kebendaan tersebut.

Pengalihan Piutang Dengan Skema Cessie

Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)

Upaya hukum yang dilakukan dalam pengalihan piutang dengan skema cessie ini dapat melalui gugatan contentiosa maupun gugatan voluntair dimana pengajuannya dapat diajukan di pengadilan agama maupun pengadilan negeri. Jika perkara cessie tersebut berada pada pihak perbankan syariah maka perkara itu dapat di daftarkan pada pengadilan agama sesuai dengan kompetensinya masing-masing sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dalam kaitannya dengan kompetensi mengadili maupun kompetensi lainnya.

Kemudian, jika perkara cessie tersebut berada pada pihak perbankan umum atau dengan kata lain bank konvensional, maka gugatan dapat diajukan ke pengadilan negeri sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Dalam bentuk gugatan yang diajukan juga bisa menggunakan gugatan voluntair maupun gugatan contentiosa.

Jika ada sengketa pada perkara cessie tersebut seperti debitur lama untuk mengosongkan kediaman yang akan dibeli oleh debitur baru maka dapat mengajukan gugatan wanprestasi (Pasal 1338 KUH Perdata, Pasal 1243, Pasal 1267, Pasal 1237 ayat (2) Jo Pasal 181 ayat (2) HIR dan dimintakan kepada hakim dalam petitum gugatan untuk mengosongkan rumah tersebut dalam keadaan benar-benar kosong di pengadilan.

Namun jika perkara pengalihan piutang dengan skema cessie tersebut tidak mengandung sengketa maka dapat diajukan gugatan voluntair atau mengajukan sebuah permohonan ke pengadilan sesuai dengan kompetensinya baik kompetensi absolut maupun kompetensi relatifnya harus disesuaikan agar tidak menyalahi perundang-undangan atau peraturan yang berlaku.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1230K/Sip/1980

Jakarta, 25 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Upaya Hukum Cessionaris (Kreditur Baru)

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah
Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah

Istilah Rechtsverwerking diartikan sebagai hilang atau lepasnya hak seseorang karena tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Menurut J. Satrio, rechtsverwerking diartikan merelakan hak dan merupakan suatu pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak mau lagi menggunakan hak yang dipunyainya.

Konsep rechtsverweking dapat ditemukan pada pasal 32 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997:

“….pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam jangka waktu (5) lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”.

Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 210/K/Sip/1955 (Kasus di kabupaten Pandeglang, Jawa Barat) yang berbunyi:

“Gugatan tidak dapat diterima, oleh karena para penggugat dengan mendiamkan selama 25 tahun dianggap telah menghilangkan haknya (rechtsverwerking)”.

Jakarta, 24 Januari 2024

Sumber artikel : T.S.PLAWFIRM

Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah

Yanthie Maryanti; Desain website oleh Cahaya Hanjuang